Audit Keamanan Cloud Makin Diperketat, Perusahaan Indonesia Didorong Tingkatkan Tata Kelola Data
Lonjakan adopsi cloud computing di Indonesia membawa peluang besar sekaligus tantangan krusial dalam hal tata kelola dan keamanan data. Menyambut proyeksi pasar cloud Indonesia yang akan menembus USD 2,49 miliar pada 2025, kebutuhan akan audit keamanan cloud yang kuat dan transparan menjadi keharusan di tengah meningkatnya kompleksitas multi-cloud dan hybrid cloud.
Menurut Koh Ssu Han, Solutions Engineering Director ASEAN di CyberArk, perusahaan kini dituntut cermat dalam memahami model tanggung jawab bersama antara penyedia layanan cloud (seperti AWS, Azure, GCP) dan pengguna. “Tanpa kontrol dan visibilitas yang konsisten, risiko kesalahan audit dan kebocoran data bisa meningkat tajam,” ujarnya.
Baca Juga: Investasi Startup AI di Indonesia Naik 141,5%, Kini Tembus US$542,9 Juta
Area yang sering menjadi batu sandungan dalam audit cloud adalah Identity and Access Management (IAM). Hak akses tetap (standing privilege), kurangnya pencatatan aktivitas, serta sistem manajemen identitas yang tersebar memperbesar risiko keamanan dan kegagalan audit.
CyberArk menekankan pentingnya strategi IAM komprehensif berbasis:
- Zero Standing Privilege (ZSP) – menghapus hak akses tetap,
- Multi-Factor Authentication (MFA) – mengurangi risiko kompromi identitas,
- Konsolidasi identitas dalam satu platform untuk kemudahan kontrol dan audit.
“Langkah-langkah ini bukan hanya soal kepatuhan, tapi bagian dari penguatan reputasi perusahaan di mata regulator dan mitra bisnis,” jelas Ssu Han.
Baca Juga: Pusat AI Hadir di Ujung Timur, Indonesia Siap Cetak Talenta Digital
Dengan diberlakukannya UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), audit cloud kini bukan lagi sekadar instrumen kepatuhan. Ia telah menjadi bagian dari strategi mitigasi risiko dan alat ukur kepercayaan investor. Perusahaan dituntut dapat membuktikan bahwa akses terhadap data telah dikontrol, dicatat, dan dilindungi secara menyeluruh.
CyberArk merekomendasikan praktik utama seperti:
- Enkripsi data saat transit dan penyimpanan;
- Logging aktivitas untuk jejak audit yang valid;
- Pemantauan berbasis AI guna deteksi dini risiko keamanan.
“AI bisa membantu menyaring anomali dalam skala besar, sehingga risiko dapat dikenali sebelum berkembang menjadi insiden besar,” jelasnya.
Dengan ketatnya regulasi lokal, termasuk PP No. 71/2019 dan Peraturan Kominfo No. 20/2016, perusahaan harus mampu menunjukkan di mana dan bagaimana data diproses. Sentralisasi sistem identitas menjadi investasi strategis, terutama dalam menyatukan pengendalian akses, manajemen siklus hidup pengguna, serta pencatatan aktivitas.
“Perusahaan yang mampu memperkuat pengelolaan identitas akan memiliki keunggulan kompetitif, terutama dalam meraih kepercayaan pelanggan dan regulator,” tutup Ssu Han.
(责任编辑:热点)
- Banyak Dicari di Google Sepanjang 2023, Apa Arti 'Pick Me'?
- Bangkitkan Ekonomi Umat, Baznas Beri Bantuan Program Zmart bagi 50 Mustahik di Bulan Ramadhan
- 加拿大有室内设计的大学你选择哪所?
- Babak Baru Kasus Pelecehan Anak Kapolres Ngada, Ini Tuntutan KPAI
- Dilarang WHO, Dokter Jelaskan Bahaya Vape buat Paru
- Pertamina, Petronas, dan SK Earthon Kerja Sama Eksplorasi di Blok Binaiya
- Wow! Prabowo Akui Banyak Pemimpin Dunia Ingin Belajar Program MBG dari Indonesia
- 视觉传达设计出国留学院校推荐
- 10 Pertanyaan Seputar Kesehatan Paling Dicari di Google Sepanjang 2023
- 艺术生留学推荐信怎么写?
- 15 Tempat Bukber di Jakarta, Ada yang Instagramable sampai 'AYCE'
- 意大利平面设计留学入学考试要求
- 5 Resep Bolu Pisang Kukus yang Lezat dan Mudah Ditiru
- Kasus Disertasi Bahlil Ibarat Puncak Gunung Es, Pakar: Ketika Kampus Menggadaikan Integritasnya
- Menteri KKP Ngaku Kecolongan Soal Pagar Laut: Kami Kekurangan Anggaran
- 艺术专业申请条件及留学费用介绍
- Kasus Disertasi Bahlil Ibarat Puncak Gunung Es, Pakar: Ketika Kampus Menggadaikan Integritasnya
- Bermanfaat Untuk Kecantikan, Sel Punca Bisa Meremajakan Kulit Hingga Mengatasi Kebotakan
- INFOGRAFIS: Secang, Kayu Merah Kaya Khasiat
- BPKH Diusulkan Jadi Bank Haji, Ini Konsekuensinya